Kamis, 14 Maret 2013

DAMAI DAN HARMONIS DALAM KEBERAGAMAN

Om Suastiastu,

Hari ini, selama dua puluh empat jam, umat Hindu merayakan pergantian Tahun Saka. Menariknya, kedatangan tahun baru tidak disambut dengan gegap gempita, apalagi pesta pora. Sebaliknya, umat Hindu menyambutnya dengan suasana hening nan sepi. Itulah sebabnya, pergantian Tahun Saka ini lebih dikenal dengan Hari Raya Nyepi.

Dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian, yaitu tidak bepergian (amati lelungan), tidak bekerja (amati karya), tidak menyalakan api (amati gni), dan tidak mengumbar kesenangan (amati lelanguan), terciptalah suasana sepi dan hening di dalam keluarga. Ditambah lagi dengan mona brata (tidak berbicara) dan upawasa (puasa makan dan minum), maka semakin khidmatlah suasana penyambutan tahun baru tersebut.

Suasana yang hening, sepi, dan penuh kedamaian adalah momen yang sangat istimewa untuk melakukan perenungan. Dalam perenungan kita dapat melakukan kilas balik dan reviu terhadap perjalanan satu tahun yang lewat. Dengan merenung kita dapat menyusun rencana-rencana perjalanan satu tahun ke depan.

Dari berita media massa kita mengetahui bahwa bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami disorientasi nilai-nilai. Beberapa elite politik korup, masyarakat gampang marah, serta aparat negara kerap bertindak brutal.

Rasa damai di hati seakan-akan telah menjadi barang langka. Di panggung politik sering terjadi kegaduhan. Para politisi kurang memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Di masyarakat pun sering terjadi gesekan antar etnis yang kadang dipicu oleh hal-hal yang sepele.

Bagaimana cara menumbuhkan, memelihara, dan meningkatkan rasa damai di hati? Bagaimana pula caranya mengembangkan harmoni di tengah-tengah keberagaman bangsa Indonesia?

Dalam Kitab Suci Weda terdapat satu ajaran yang disebut Tat Twam Asi. Konsep ini mengajarkan kepada kita bahwa antara Anda dan saya adalah sama. Dalam bahasa sederhana ajaran ini memberi tahu kita untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Mengapa? Karena sejatinya kita adalah sama. Jika kita ingin diperlakukan secara sopan, maka berlakulah sopan terhadap orang lain. Jika kita ingin dihormati orang lain, hormatilah orang tersebut. Apabila pendapat kita ingin dihargai, maka biasakan untuk menghargai pendapat orang lain terlebih dahulu.

Penjabaran lebih lanjut dari ajaran Tat Twam Asi adalah ajaran Catur Paramitha, yaitu empat perilaku yang utama yang hendaknya dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, sebagai umat Hindu kita diajarkan untuk memandang setiap orang sebagai seorang sahabat (Maitri). Siapapun orang itu, perlakukanlah sebagai seorang sahabat. Layaknya seorang sahabat, maka kita akan memberikan sesuatu yang terbaik untuk mereka.

Yang kedua disebut Karuna, yakni hendaknya kita senantiasa mengasihi setiap orang. Jika kita sudah memperlakukan orang lain sebagai seorang sahabat, sifat mengasihi sangat diperlukan untuk memelihara jalinan persahabatan tersebut. Energi kasih yang kita pancarkan mampu menyapu bersih energi-energi negatif yang muncul.

Bagian ketiga dari ajaran ini adalah Mudita, yaitu berperilaku riang gembira dan mampu menyenangkan orang lain. Perasaan riang gembira dalam diri diyakini dapat membuat orang lain menjadi senang. Kegembiraan diri kita dapat menular kepada orang lain.

Bagian terakhir dari Catur Paramitha adalah Upeksa yang artinya menghargai dan menghormati orang lain. Di samping kita diajarkan untuk menghargai pendapat-pendapat orang lain dan menaruh rasa hormat kepada orang lain, kita juga hendaknya sering-sering memberikan penghargaan berupa pujian kepada orang lain. Dengan pujian, orang akan lebih terpacu untuk meningkatkan prestasi yang pernah diraihnya.

Apabila ajaran luhur ini kita implementasikan pada kehidupan sehari-hari, kita menjadi terbiasa memperlakukan orang lain dengan sebaik-baiknya. Kita selalu menghormati orang lain, menyayangi, dan memberikan sesuatu yang terbaik. Akibatnya, orang-orang di sekitar kita menjadi senang, menyayangi, menghormati, dan memberikan sesuatu yang terbaik juga. Akhirnya, terjadilah jalinan persahabatan, persaudaraan, saling menghargai, dan saling mengasihi. Jalinan kasih ini mampu menembus sekat-sekat agama, etnis, maupun golongan.

Bagaimana kalau ada orang lain yang berbuat salah pada diri kita? Karena kita sudah menjadi sahabat dan saling menyayangi, kesalahan orang tersebut dengan sangat mudah kita maafkan. Memaafkan sejatinya membebaskan diri kita dari beban kebencian. Memaafkan bukanlah hadiah yang kita berikan kepada orang lain, melainkan hadiah untuk diri sendiri.

Agar bisa menjalin persahabatan dengan orang lain, pertama-tama kita mesti bersahabat dengan diri sendiri, mengasihi diri sendiri, dan berdamai dengan diri sendiri. Tanpa semua itu, rasanya tidak mudah untuk harmonis dengan orang lain. Apabila relasi dengan diri sendiri mengalami gangguan, hubungan dengan orang lain pun menjadi terganggu. Pendek kata, syarat utama untuk bisa harmonis dengan orang lain adalah harmonis dengan diri sendiri.

Marilah pergantian Tahun Baru Saka 1935 ini kita jadikan momen untuk memperbaiki relasi dengan diri sendiri. Jika selama ini kita sering menyalahkan diri sendiri, marah, kesal, maupun kecewa dengan diri kita sendiri, marilah kita maafkan diri kita. Mari kita berdamai dan meningkatkan jalinan persahabatan dengan diri kita sendiri. Dengan demikian, kita bisa meningkatkan kualitas relasi dengan orang lain, tanpa membeda-bedakan suku, agama, etnis, maupun golongan. Di tengah-tengah keberagaman bangsa Indonesia kita bisa hidup berdampingan secara damai dan harmonis.

Selamat Hari Raya Nyepi – Tahun Baru Saka 1935.

*Tulisan ini sudah dikirim ke Koran Sindo untuk diterbitkan Selasa, 12 Maret 2013 (Hari Raya Nyepi)...

1 komentar:

NakBaliBelog mengatakan...

Om Swastiastu

Setiap tahun pastinya kita merayakan tahun baru saka dengan puncak acaranya hari raya Nyepi. Dengan menyepi diharapkan kita dapat merenungi hal yang telah kita laksanakan, dan sebaliknya apa yang musti kita kerjakan ke depan

suksma antuk artikelnya