Om
Suastiastu,
Pesta
demokrasi lima tahunan untuk memilih anggota legislatif akan berlangsung 9
April 2014 mendatang. Kampanye terbuka sudah berlangsung dan akan berakhir pada
5 April 2014. Di tengah-tengah semaraknya pesta demokrasi, khususnya kampanye
terbuka, umat Hindu menyambut pergantian Tahun Baru Saka pada 31 Maret 2014
dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian. Momen yang sangat langka ini sungguh
merupakan sesuatu yang sarat makna. Apakah itu?
Dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian, yaitu tidak
bepergian (amati lelungan), tidak
bekerja (amati karya), tidak
menyalakan api (amati gni), dan tidak
bersenang-senang dengan pihak lain atau sesuatu benda (amati lelanguan), terciptalah suasana sepi. Apalagi ditambah dengan
mona brata (tidak berkomunikasi
dengan pihak lain) dan upawasa (puasa
makan dan minum), maka sensasi suasana sepi dan hening makin terasa.
Suasana yang hening dan sepi merupakan wahana yang sangat
istimewa untuk melakukan komunikasi dengan diri sendiri (perenungan). Beberapa
pertanyaan dapat kita lontarkan, termasuk pertanyaan yang terkait dengan pesta
demokrasi. Sudahkah kita melaksanakan kewajiban-kewajiban kita sebagai warga
Negara dengan baik (Dharma Negara). Akankah kita mengeksekusi hak kita sebagai
warga Negara dengan mendatangi TPS pada 9 April mendatang? Sudahkah kita
menentukan pilihan? Apakah kita sudah melaksanakan kampanye yang simpatik?
Bagaimana cara-cara kita memikat calon pemilih agar mau memilih diri kita?
Apakah sudah sesuai dengan etika dan aturan-aturan yang berlaku? Dan masih
banyak pertanyaan beragam yang muncul. Masing-masing orang tentunya mempunyai
pertanyaan yang berbeda.
Baik sebagai peserta pemilu, anggota partai, simpatisan,
ataupun sebagai calon pemilih, kita punya hak dan kewajiban masing-masing.
Dalam melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing kadang kita saling
bersinggungan satu sama lain. Ada kalanya kita sendiri yang berbuat kesalahan,
sehingga menyinggung perasaan pihak lain. Sebaliknya, dapat pula orang lain
yang berbuat kesalahan, sehingga membuat diri kita sakit hati. Bagaimana
caranya agar kejadian-kejadian itu tetap membuat kita tetap harmonis dan hidup
berdampingan secara damai?
Dalam agama Hindu dikenal ajaran Tat Twam Asi. Konsep ini
mengajarkan kepada kita bahwa antara Anda dan saya adalah sama. Dalam bahasa sederhana
ajaran ini mengajak kita untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Hal ini karena sejatinya kita adalah sama, sama-sama ciptaan Tuhan. Jika kita
ingin dihormati orang lain, hormatilah orang tersebut terlebih dahulu. Apabila
pendapat kita ingin dihargai, maka biasakan untuk menghargai pendapat orang
lain terlebih dahulu. Dengan memperlakukan orang lain secara baik, maka orang
lain pun akan memperlakukan diri kita secara baik.
Syarat utama agar kita bisa memperlakukan orang lain secara
baik adalah dengan memperlakukan diri kita sendiri secara baik terlebih dahulu.
Dengan kalimat yang berbeda, apabila kita ingin harmonis dengan orang lain,
maka terlebih dahulu kita mesti harmonis dengan diri sendiri. Adalah sulit bisa
harmonis dengan orang lain jika kita belum harmonis dengan diri sendiri. Untuk
bisa harmonis dengan diri sendiri, maka kita perlu memperbaiki kualitas
komunikasi dengan diri sendiri. Semakin baik kualitas komunikasi kita dengan
diri sendiri, semakin harmonis hubungan kita dengan diri sendiri.
Dengan menyepi selama 24 jam kita memperoleh kesempatan untuk
terus meningkatkan kualitas relasi dengan diri sendiri. Selama kurun waktu ini
kita dapat melaksanakan ajaran Catur Paramitha terhadap diri kita, yaitu: (i) menjalin
persahabatan dengan diri sendiri (maitri);
(ii) meningkatkan rasa cinta pada diri sendiri (karuna); (iii) senang pada diri sendiri (mudita); dan (iv) memberikan penghargaan pada diri sendiri (upeksa). Dengan menerapkan ajaran Catur
Paramitha terhadap diri sendiri, relasi dengan diri sendiri menjadi semakin
harmonis.
Relasi yang harmonis dengan diri sendiri merupakan modal kuat
untuk meningkatkan kualitas relasi dengan pihak lain. Ketika kita sudah
menerapkan ajaran Catur Paramitha pada diri sendiri, maka kita dengan mudah
dapat menerapkannya kepada orang lain. Ketika orang lain berbuat kesalahan,
dengan segera kita bisa memaafkannya. Hal ini karena kita sudah memandang orang
tersebut sebagai seorang sahabat (maitri).
Dalam pandangan mata seorang sahabat, kita lebih mengutamakan cinta kasih (karuna) daripada kebencian. Kebencian
hanya akan memperkeruh suasana. Rasa benci akan menjadi beban dan menggelayuti
perjalanan kita ke depan. Memaafkan adalah upaya untuk membebaskan diri dari
beban kebencian.
Dalam suasana hati yang senang dan riang gembira (mudita), kita akan lebih mudah membuat
orang lain senang. Kita akan berusaha menampilkan hal-hal yang terbaik dari
kita buat diberikan kepada orang lain. Sedikit pun tidak terbersit dalam pikiran
untuk berbuat sesuatu yang membuat orang lain tidak senang.
Walaupun pihak lain mempunyai pendapat yang berbeda, dengan
senang hati kita bisa menerima dan menghargainya (upeksa). Perbedaan pendapat justru membuat wawasan berpikir kita
menjadi semakin luas. Adanya perspektif berpikir yang berbeda dari orang lain
dapat memacu kreativitas kita untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran yang lebih
berkualitas.
Terkait dengan pelaksanaan pemilu legislatif tahun ini,
marilah kita gunakan momen Hari Raya Nyepi ini untuk meningkatkan kualitas
relasi dengan diri sendiri, sehingga relasi dengan orang lain semakin harmonis.
Mari terapkan ajaran luhur Tat Twam Asi dan Catur Paramitha dalam menyambut
pesta demokrasi tahun ini. Walaupun berbeda partai, kita tetap satu (tat twam
asi). Meskipun berbeda pilihan, kita tetap saling menghargai (upeksa). Mari terus pupuk dan kembangkan
tali persahabatan (maîtri) dan jalinan cinta kasih (karuna) antara sesama anak
bangsa, sehingga kita bisa melaksanakan hak dan kewajiban kenegaraan (Dharma
Negara) kita dengan sebaik-baiknya demi
terwujudnya harmoni nusantara, yang pada akhirnya akan membawa bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang semakin makmur dan sejahtera.
Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1936.
Om Santi Santi Santi Om