Jumat, 17 Juli 2009

Catur Guru

Om Suastiastu,
Dalam ajaran agama Hindu kita mengenal ajaran Catur Guru. Ajaran yang kita dapatkan selama ini selalu mengupas tentang bagaimana dan mengapa seseorang itu wajib menghormati keempat guru yang ada. Hampir tidak pernah dibahas bagaimana seharusnya seorang guru mengajarkan pengetahuan atau bagaimana seorang guru seharusnya membimbing anak didiknya.

Sesuai dengan arti katanya, Catur Guru merupakan empat guru yang harus kita hormati. Keempat guru tersebut adalah: (i) Guru Swadhyaya; (ii) Guru Rupaka; (iii) Guru Pengajian, dan (iv) Guru Wisesa.

Guru Swadhyaya adalah Sang Hynag Widhi, Sang Pencipta dunia beserta segala isinya, termasuk manusia. Kita wajib selalu hormat kepada Sang Hyang Widhi karena tanpa Beliau kita tidak mungkin ada, bahkan dunia ini pun tidak bakalan ada. Di samping hormat, kita juga diajarkan untuk senantiasa memuja kebesaran-Nya.

Kita juga diajarkan untuk selalu hormat kepada kedua orang tua kita. Kedua orang inilah (ayah dan ibu) yang melahirkan, membesarkan, dan medidik kita hingga menjadi seperti sekarang ini. Kedua orang tua kita yang disebut Guru Rupaka inilah yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan bagi kita. Sudah sepatutnya kita senantiasa hormat kepada mereka.

Memasuki usia sekolah, kita mulai berkenalan dengan guru-guru di sekolah. Mereka inilah yang mengajarkan berbagai pengetahuan kepada kita. Mulai dari belajar membaca, menulis, berhitung, pengetahuan sosial, pengetahuan alam, bahkan juga pengetahuan agama. Tanpa keberadaan guru-guru di sekolah yang kita juluki Guru Pengajian, rasanya tidak mungkin kita saat ini berada pada posisi masing-masing. Oleh karena itu, kita patut hormat dan respek kepada mereka.

Kita hidup dalam satu wadah negara kesatuan. Agar kehidupan suatu negara bisa berjalan aman dan teratur, maka diperlukan adanya pemerintahan. Pemerintah inilah dalam ajaran Hindu disebut Guru Wisesa. Sebagai anggota masyarakat, sudah sewajarnya kita patuh dan hormat kepada Guru Wisesa ini.

Semua uraian di atas masih dalam persepektif bagaiamana seharusnya kita bersikap terhadap para guru yang dikenal dalam ajaran Hindu. Selanjutnya, marilah kita bahas dari perspektif guru itu sendiri. Bagaiamana seharusnya perbuatan kita kalau seandainya kita yang menjadi guru?

Pertama, kalau kita menjadi Guru Rupaka. Sebagai orang tua, kita sejatinya adalah guru bagi anak-anak kita. Sebagai guru, orang yang patut digugu dan ditiru, orang tua seharusnya menjadi panutan bagi anak-anaknya. Orang tua harus bisa menjadi role model dalam kehidupan sehari-hari. Setiap perbuatan yang dilakukan dihadapan anak-anaknya akan menjadi contoh bagi mereka.

Pada saat kita menyuruh anak agar tidak nonton TV, apakah kita sudah bisa mengendalikan diri untuk juga tidak nonton TV? Kita menyuruh anak untuk rajin membaca buku, sementara kita sendiri jarang, bahkan tidak pernah terlihat membaca buku di hadapan anak-anak. Bagaiamana kita bisa mengharapkan anak-anak bisa dengan serta merta menjadi rajin membaca buku?

Yang dibutuhkan anak-anak dari orang tuanya adalah panutan, bukan sekadar ucapan.Mereka membutuhkan figur yang bisa dijadikan suri tauladan bagi kehidupannya sehari-hari. Kalau kita mengharapkan anak-anak mau mempelajari ajaran-ajaran Hindu di rumah, maka sebagai orang tua, kita juga harus memberi contoh dengan ikut mempelajari buku-buku keagamaan. Dalam urusan pendidikan agama kita tidak boleh hanya menyerahkan kepada guru di sekolah atau pun guru-guru di sekolah agama (minggu) di Pura. Kita sebenarnya bisa berperan sebagai guru agama bagi mereka.

Kedua, kalau kita sebagai guru di sekolah. Peran guru di sekolah ataupun dosen di kampus sangatlah besar dalam mendidik putera-puteri bangsa Indonesia. Di tangan para guru yang disebut Guru Pengajian inilah nasib bangsa Indonesia ke depan ditumpukan.
Semua anak didik sejatinya mempunyai potensi diri yang luar biasa dahsyat, tanpa batas. Batas-batas yang ada dalam diri mereka sebenarnya diciptakan sendiri oleh mereka melalui system keyakinan yang dianutnya sejak kecil. Guru di sekolah diharapkan jangan menambah batas-batas ini lagi, melainkan membantu untuk mengikis batas-batas tersebut.

Seorang guru harus bisa merangsang tumbuhnya kreativitas anak didik. Di samping itu, guru juga harus bisa mengembangkan kreativitas yang sudah dimiliki anak didik. Sikap guru haruslah ramah. Sudah tidak jamannya lagi, seorang guru ditakuti muridnya. Sebaliknya, guru harus bisa menjadi sosok yang dirindukan murid. Sosok yang dicintai muridnya.

Untuk bisa menjadi pribadi yang demikian, seorang guru pertama-tama harus mencintai pekerjaannya sebagai guru. Dengan demikian, dia bekerja secara totalitas, penuh pengabdian, bahkan bisa mencintai sepenuhnya anak didik sebagaimana dia mencintai anak kandungnya di rumah. Seorang guru hendaknya senantiasa bisa mendoakan keberhasilan murud-muridnya.

Terakhir, pemerintah sebagai Guru Wisesa sebaiknya adalah orang yang benar-benar bisa memerintah rakyatnya dengan baik. Pemerintah seyogyanya dapat menjadi inspirator, serta bisa menjadi tauladan bagi rakyatnya. Segala gerak-gerik harus mencerminkan sikap yang bisa digugu dan ditiru masyarakatnya. Pemerintah juga harus bisa menjadi sosok yang dicintai dan sekaligus mencintai rakyatnya.
Om Shanti Shanti Shanti Om

1 komentar:

WEN.exe mengatakan...

om swastystu... suksma untuk textnya.. sangatbagus.. tyg mohon ijin untuk tyg copy dan tyg publikasikan di FB.. dg alamat di http://www.facebook.com/profile.php?id=1265393931... suksma... om shanti..shanti... shanti..om...