Om Suastiastu,
Seorang ibu muda, sebutlah namanya
Dessy, dengan ditemani suaminya pergi ke sebuah pesraman di daerah Bogor. Anak
semata wayangnya, sebutlah namanya Arya, yang berumur 5 tahun juga ikut diajak.
Sebenarnya Dessy sudah pernah berkonsultasi dengan seorang psikolog untuk
mengatasi permasalahan anaknya. Memang sempat terjadi perubahan sikap pada
Arya, tetapi hal itu hanya sementara. Setelah satu bulan, sifat-sifat negatif
anaknya kembali kambuh.
Dessy memperoleh informasi bahwa di
daerah Bogor di kaki Gunung Salak terdapat sebuah pesraman yang asri dan sejuk.
Pimpinan pesraman adalah seorang guru yang sangat bijaksana. Dengan nasihat
bijak nan teduh, banyak permasalahan kehidupan orang-orang yang datang kepadanya
dapat diselesaikan dengan baik. Pendekatan yang dilakukan untuk
menyelesaikannya adalah dalam perspektif ajaran Hindu.
Sesampainya di Pesraman Premahita
Tyagasanti, setelah mengucapkan salam panganjali, Dessy menyampaikan
permasalahan anaknya kepada Sang Guru. Dessy berkeluh kesah tentang perilaku
anaknya yang semakin tidak dapat dikendalikan belakangan ini.
“Arya suka marah-marah. Orangnya keras
kepala. Apapun yang diinginkan mesti dipenuh. Kalau tidak, dia akan membanting
barang-barang yang ada di sekitarnya. Tidak hanya barang mainan miliknya,
tetapi juga merembet ke barang-barang lainnya. Kalau keinginannnya belum juga
dipenuhi, bahkan dia akan terguling-guling di lantai sambil menangis. Di
samping itu, anak kami orangnya pemalas, susah sekali dibangunkan pagi-pagi. Kami
sangat khawatir akan masa depan Arya. Kalau terus-terusan begini, bahkan makin
lama makin parah, akan menjadi apa anak saya di kemudian hari?” keluh Dessy.
Sebenarnya Dessy masih ingin menumpahkan
lebih banyak lagi uneg-unegnya di hadapan Sang Guru, tetapi keburu dihentikan.
Sang Guru berkata: “Tolong hentikan semua keluh kesah Nak Dessy! Kata-kata yang
keluar banyak mengandung energi negatif. Hal itu tidak baik. Apalagi ucapan Nak
Dessy juga didengar oleh Arya. Walaupun tadi Arya diam dan tidak bereaksi
apa-apa, tetapi seluruh kata-kata yang didengarnya dari Nak Dessy akan terekam
dalam dirinya dan semakin meyakinkan pada dirinya bahwa seperti itulah seorang
Arya akan tumbuh dan berkembang nantinya. Apakah Nak Dessy sering menceritakan
kondisi Arya seperti ini kepada orang lain?” Sang Guru balik bertanya kepada
Dessy.
“Benar, Guru! Saya sering menceritakan
hal ini kepada kedua orang tua saya, kedua mertua saya, kepada saudara-saudara
saya, dan juga kepada teman-teman. Saya ingin berkeluh kesah dan mengeluarkan
uneg-uneg saya. Saya ingin mendapatkan komentar dan tanggapan dari mereka,”
jawab Dessy.
Sang Guru lalu melanjutkan. “Dalam ajaran Hindu ada yang
disebut Tri Kaya Parisudha, yaitu tiga unsur perilaku yang baik, positif, dan
suci. Yang pertama adalah Manacika Parisudha, yaitu kita diajarkan untuk
berpikir yang baik, berpikir yang positif. Kedua adalah Wacika Parisudha, yaitu
kata-kata yang kita keluarkan adalah kata-kata yang baik dan memancarkan energi
positif. Dan yang terakhir adalah Kayika Parisudha. Dengan Kayika Parisudha
kita diajarkan untuk bertindak dan berbuat yang baik.”
“Apa hubungannya Tri Kaya Parisudha dengan perilaku anak
saya, Guru?” sergah Dessy.
“Terbentuknya perilaku Arya seperti keadaan yang
diceritakan tadi tidak terlepas dari ajaran Tri Kaya Parisudha, khususnya
Wacika Parisudha. Mengapa kita diajarkan untuk menata kata-kata yang keluar
dari mulut kita agar senantiasa kata-kata yang baik dan memancarkan energi yang
positif? Hal ini karena kata-kata yang kita keluarkan, tidak hanya berdampak
kepada orang yang mendengarkan, tetapi berdampak pula terhadap diri kita
sendiri. Dalam hal mendidik anak, kalau kita sering mengucapkan kata-kata yang
tidak baik, misalnya hal-hal yang tidak baik tentang perilaku si anak, maka
anak kita merekamnya dan menjadikannya sebagai sistem keyakinan dalam dirinya,
sehingga perilakukan cenderung seperti apa yang sering kita ucapkan. Kalau kita
sering mengatakan bahwa anak kita suka marah-marah, suka membanting
barang-barang, keras kepala, atau malas, maka kata-kata tersebut akan meresap
dan melekat dalam memorinya. Padahal, yang kita katakan adalah peristiwa atau
sifat-sifat yang terjadi di masa lalu. Karena kita mengatakan secara
berulang-ulang, maka hal ini akan diyakini sebagai sifat diri si anak. Semakin
sering didengarnya, maka semakin yakin bahwa seperti itulah dirinya.
Lama-kelamaan jadilah sifat-sifat itu menjadi karakter si anak.
Ketika kita menceritakan sifat-sifat tidak baik anak kepada
orang lain, orang yang pertama kali mendapat dampak negatif adalah diri kita
sendiri. Saat bercerita kepada orang lain, pikiran bawah sadar kita merekam
cerita kita dan menjadikannya sistem keyakinan. Walaupun yang kita ceritakan
adalah peristiwa atau sifat-sifat masa lalu dari anak kita, tetapi pikiran
bawah sadar kita menerimanya sebagai keadaan yang sekarang dan menjadi
keyakinan di masa yang akan datang. Mindset kita terhadap anak juga berubah.
Kita meyakini bahwa seperti itulah sifat-sifat anak kita sekarang dan di masa
depan. Mindset orang tua yang seperti itu akan memancar terus kepada anak dan anak
pun akan terpengaruh menyesuaikan dengan mindset kita.
Oleh karena itu, mulai sekarang dan seterusnya, ubahlah
kata-kata yang keluar dari mulut kita. Selektiflah dalam memilih kata-kata.
Upayakan agar kata-kata yang keluar adalah kata-kata yang memancarkan energi
positif. Amalkan ajaran Wacika Parisudha! Mulai sekarang dan seterusnya katakan
hal-hal yang baik dan positif tentang Arya. Katakan bahwa Arya semakin pintar,
tambah rajin, makin baik sifat-sifatnya, makin ramah, semakin sayang pada
barang-barang miliknya, dan sejenisnya.
Katakan sifat-sifat baik ini secara berulang-ulang. Mulai dari pagi hari
ketika bangun tidur, siang hari, dan malam hari menjelang tidur. Semakin sering
semakin baik. Kata-kata yang Wacika Parisudha akan memancarkan energi positif
kepada anak. Hal ini sangat bagus buat perkembangan anak. Apakah Nak Dessy dan
suami mau mengamalkan ajaran Tri Kaya Parisudha, khususnya Wacika Parisudha
ini?” selidik Sang Guru.
Secara spontan dan bersamaan Dessy dan suaminya menganggukan
kepala seraya berkata, “Terima kasih Guru. Terima kasih atas nasihat bijak Guru
yang sangat berguna bagi kami dalam mendidik anak. Mulai sekarang dan
seterusnya kami berjanji untuk mengamalkan ajaran Tri Kaya Parisudha, terutama Wacika
Parisudha dalam mendidik Arya. Kami akan mengatakan hal-hal yang baik,
kata-kata yang berenergi positif dalam mendidik Arya. Arya adalah orang yang
hebat, cerdas, rajin, semakin menyayangi barang-barang yang ada di rumah,
semakin ramah, dan sifat-sifat positif lainnya. Mudah-mudahan Arya tumbuh
kembang menjadi anak yang hebat di kemudian hari. Menjadi pemimpin di
masyarakat yang mampu membawa umat Hindu semakin berperan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Terima kasih.”
Om Santi Santi Santi Om.