Rabu, 30 Juni 2010

MENUJU KEBEBASAN FINANSIAL ALA HINDU

Di suatu sore yang cerah, seorang ayah mengajak anaknya yang berumur tiga tahun jalan-jalan di seputar taman. Betapa bahagianya sang anak melihat bunga-bunga harum semerbak wangi. Hatinya sumringah. Perasaan bahagia juga terpancar dari raut muka sang ayah.

Sementara itu, sang bunda sedang duduk sambil menyusui anak keduanya. Sesekali matanya menelisik membuntuti arah kedua pujaan hatinya. Nampaknya keluarga ini begitu menikmati suasana sore itu.

Ada gula ada semut. Karena sore itu banyak pengunjung yang datang, para penjual makanan juga banyak yang hadir di sana. Tidak ketinggalan penjual es krim yang menjajakan berbagai cita rasa es krim. Ada rasa durian, coklat, susu, moka, dan sebagainya.

Rupanya pedagang es krim lagi dapat durian runtuh. Para pengunjung sore itu didominasi oleh anak-anak. Mereka pun mengerubuti pedagang es krim yang kebetulan pada sore itu hanya ada satu-satunya.

Melihat kerumunan anak-anak, si anak kecil tadi, sebut saja dengan Satwika, merengek-rengek kepada ayahnya untuk dibelikan es krim. Karena merasa sayang sama anak, ayahnya ikut nimbrung untuk antre membelikan es krim untuk anak kesayangannya itu.

Setelah menunggu kurang lebih sepuluh menit, akhirnya es krim sudah berada dalam genggaman sang ayah. Baru bermaksud menjulurkan tangannya ke arah mulut si anak, anaknya meminta agar dia yang memegang langsung es krim itu. Melihat sorot mata anaknya yang menunjukkan keseriusan, dengan sedikit terpaksa, diberikannya es krim itu untuk dipegang langsung sama anaknya.

Betapa girangnya Satwika kecil karena telah mendapatkan es krim kesukaannya. Dia berlari-lari kecil sambil menggenggam es krim di tangan. Tiba-tiba dia kepleset dan hampir terjatuh ke got. Memang dia tidak jadi terjatuh ke got, tetapi es krim yang ada di tangannya ikut terlempar hingga ke got.

Menyadari es krim kesayangannya terlempar ke got, dia menangis sekencang-kencangnya. Apalagi dia sama sekali belum sempat mencicipinya. Sambil menangis, dia kembali merengek-rengek minta dibelikan es krim lagi. Kali ini dia minta dibelikan tiga sekaligus.

Sejurus ayahnya terdiam. Dia dapat menyelami perasaan anaknya. Es krim kesukaannya terjatuh di saat anaknya sama sekali belum sempat menikmatinya. Rasa iba mendorongnya untuk segera merogoh kocek, tetapi tiba-tiba dia mendengar suara halus dari dalam dirinya. Itulah suara hati nurani.

Hati nuraninya mengingatkan untuk tidak menuruti permintaan anaknya. Apalagi sampai membelikan tiga buah es krim sekaligus. Bagaimana si anak akan bisa memegang dan menjaganya kalau hanya menjaga satu buah es krim saja si anak sudah tidak mampu. Bahkan belum sempat dinikmati, es krim itu sudah terjatuh ke got.
Sebagai seorang ayah yang baik dan bijak, dia sudah memutuskan untuk tidak menuruti permintaan anaknya. Dia tidak akan memberikan tiga es krim ke anaknya yang baru berumur tiga tahun. Pengalaman menunjukkan bahwa bagi seorang anak kecil, memegang dan menjaga satu es krim saja tidak mampu, apalagi memegang sampai tiga. Kalau pun dia mau menuruti permintaan anaknya, itu pun lebih karena kasihan melihat dan mendengar suara tangis. Akhirnya, dia membelikan juga es krim buat anaknya, tetapi hanya satu buah. Itu pun tidak diserahkan langsung, tetapi masih dipegangnya untuk kemudian disuapkannya kepada si anak.