Om Suastiastu,
Hampir setiap ajaran agama di muka bumi ini mengenal adanya Sorga dan Neraka, tetapi hanya ajaran Hindu yang mengenal Moksa. Apakah Sorga dan Neraka itu merupakan sebuah tempat? Kalau merupakan sebuah tempat, pertanyaan kita berikutnya adalah: di manakah tempat itu berada? Benarkah Sorga dan Neraka itu ada? Bagaimanakah keadaan tempat-tempat tersebut? Siapakah yang sudah pernah ke sana dan mau menceritakannya?
Selama ini kebanyakan orang meyakini bahwa Sorga atau Neraka merupakan tempat yang akan kita tuju setelah kita meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Sorga merupakan tempat yang penuh kenikmatan, suasana menyenangkan, banyak bidadari yang tentunya cantik-cantik, penuh cinta dan kasih sayang, serta hal-hal yang menyenangkan lainnya. Sebaliknya, neraka merupakan tempat orang-orang yang menderita, sengsara, penuh siksaan, dan hal-hal yang menyedihkan lainnya.
Sampai saat ini saya belum pernah berjumpa dengan orang yang sudah pernah pergi ke Sorga ataupun sudah pernah mampir ke Neraka. Saya juga belum pernah berkunjung ke tempat tersebut. Oleh karena itu, saya tidak akan menceritakan bagaimana kondisi Sorga dan Neraka yang merupakan domisili setelah kematian itu. Akan tetapi, saya akan membahas analogi dari Sorga dan Neraka dalam kehidupan nyata sehari-hari. Mari kita simak ilustrasi berikut.
Tyaga (bukan nama sebenarnya) adalah seorang gadis manis yang baru menginjak usia remaja. Seperti gadis-gadis lain seusianya, Tyaga mulai menjalin cinta kasih dengan seorang pemuda. Sebut saja namanya Suastantra. Walaupun mereka masih dalam usia remaja, tetapi jalinan kasih di antara mereka sangat serasi dan indah. Tyaga menyayangi Suastantra dengan sepenuh hati. Suastantra setali tiga uang. Dia sangat mengasihi Tyaga.
Dalam keseharian, Tyaga menjelma menjadi gadis yang periang, berperilaku menyenangkan, suka menolong sesama, gampang memaafkan orang lain, serta hidupnya bahagia. Orang-orang pun suka bergaul dengan Tyaga.
Kalau dibandingkan dengan suasana kehidupan di Sorga seperti yang diajarkan agama selama ini, kehidupan yang dialami Tyaga dapat kita katakan sebagai Sorga. Tyaga sudah mencapai Sorga dalam kehidupannya sekarang. Hidupnya berkelimpahan cinta kasih, kesenangan, di kelilingi oleh orang-orang yang menyenangkan, serta hal-hal yang menyenangkan lainnya.
Pada suatu hari, Tyaga mengajak pacarnya untuk jalan-jalan naik motor ke luar kota. Awalnya Suastantra menolak secara halus karena masih harus mengerjakan tugas sekolah. Akan tetapi, berhubung Tyaga mendesaknya, akhirnya mereka dengan berboncengan motor pergi ke luar kota untuk memadu kasih. Dengan laju motor yang biasa-biasa saja, tiba-tiba dari arah yang berlawanan datang sebuah truk dengan kecepatan sangat tinggi menabrak sepeda motor mereka. Tabrakan pun tidak bisa dihindarkan.
Akibat dari kejadian itu, Suastantra terluka parah di kepalanya, sedangkan Tyaga mengalami luka-luka ringan, sedangkan motornya hancur. Mereka cepat-cepat dilarikan ke rumah sakit. Setelah mengalami perawatan cukup intensif selama beberapa hari, akhirnya Suastantra meninggal dunia.
Betapa sedih hati Tyaga ditinggal kekasihnya untuk selama-lamanya. Di samping sedih yang mendalam, ada perasaaan yang bersalah di hatinya. Musibah ini berawal dari ajakan dirinya untuk pergi ke luar kota. Rasa sedihnya bertambah tatkala dia ingat bahwa kekasihnya itu sebenarnya sudah menolak, tetapi karena dia yang mendesak, maka pergilah mereka berdua naik motor hingga ditabrak truk yang sopirnya ugal-ugalan itu. Tyaga menjadi benci pada dirinya sendiri. Rasa benci juga timbul kepada sopir truk yang tidak bertanggung jawab yang karena ulahnya telah merenggut nyawa kekasihnya.
Perasaan sedih yang timbul, rasa bersalah, rasa benci pada diri sendiri dan kepada sopir truk terus menyiksa dirinya. Inilah Neraka yang sesungguhnya.
Bagaimana caranya dia lepas dari Neraka ini?
Untuk membebaskan dari rasa bersalah ini Tyaga harus bisa memaafkan dirinya. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk dapat memaafkan diri sendiri. Pertama, Tyaga sebaiknya memohon ampun kepada Tuhan atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Walaupun Tuhan sudah pasti mengampuni, tetapi tindakan memohon ampun merupakan jembatan emas untuk bisa memaafkan diri sendiri. Tanpa meminta maaf pun sebenarnya Tuhan sudah memaafkan, tetapi tidak demikian dengan diri kita. Memaafkan diri sendiri memerlukan proses.
Setelah memohon ampun kepada Tuhan, tindakan berikut yang sebaiknya dilakukan Tyaga adalah memohon maaf kepada keluarga kekasihnya. Memohon maaf kepada orang lain merupakan cara ampuh untuk mempercepat proses memaafkan diri sendiri.
Dengan memohon ampun kepada Tuhan dan memohon maaf kepada orang lain, maka proses melepaskan diri dari rasa bersalah akan terjadi. Perlahan-lahan rasa bersalah itu akan lepas untuk kemudian akan menjadi terbebaskan dari rasa bersalah. Tyaga akan terbebaskan dari beban rasa bersalah yang menghimpitnya.
Bagaiamana dengan perasaan bencinya kepada sopir truk? Rasa benci ini akan terus membebani Tyaga sepanjang Tyaga belum memaafkannya. Selama belum memaafkan, maka Tyaga akan tersiksa oleh rasa benci tersebut. Oleh karena itu, dia perlu dengan ikhlas memaafkan sang sopir. Memaafkan orang lain berarti proses melepaskan beban berat berupa rasa kebencian pada orang lain. Dengan memaafkan, Tyaga akan terbebas dari beban. Memaafkan sejatinya adalah membebaskan diri dari siksaan.
Kedua tindakan Tyaga, yakni memaafkan diri sendiri dan memaafkan orang lain akan mampu membebaskan Tyaga dari siksaan Neraka di dunia nyata ini. Apabila Tyaga berhasil terbebas dan terlepas dari ikatan-ikatan ini untuk selamanya, maka Tyaga sudah mampu mencapai Moksa karena kata Moksa sendiri sebenarnya berarti bebas atau lepas. Tyaga sudah bisa melepaskan beban-beban yang menghimpit, sekaligus membebaskan dirinya dari beban tersebut. Tyaga sudah mencapai Suka Tanpawali Duka.
Selamat Menjalankan Brata Siwaratri.
Om Shanti Shanti Shanti Om