Minggu, 07 Juli 2013

MENDIDIK ANAK DENGAN WACIKA PARISUDHA



Om Suastiastu,
Seorang ibu muda, sebutlah namanya Dessy, dengan ditemani suaminya pergi ke sebuah pesraman di daerah Bogor. Anak semata wayangnya, sebutlah namanya Arya, yang berumur 5 tahun juga ikut diajak. Sebenarnya Dessy sudah pernah berkonsultasi dengan seorang psikolog untuk mengatasi permasalahan anaknya. Memang sempat terjadi perubahan sikap pada Arya, tetapi hal itu hanya sementara. Setelah satu bulan, sifat-sifat negatif anaknya kembali kambuh.
Dessy memperoleh informasi bahwa di daerah Bogor di kaki Gunung Salak terdapat sebuah pesraman yang asri dan sejuk. Pimpinan pesraman adalah seorang guru yang sangat bijaksana. Dengan nasihat bijak nan teduh, banyak permasalahan kehidupan orang-orang yang datang kepadanya dapat diselesaikan dengan baik. Pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikannya adalah dalam perspektif ajaran Hindu.
Sesampainya di Pesraman Premahita Tyagasanti, setelah mengucapkan salam panganjali, Dessy menyampaikan permasalahan anaknya kepada Sang Guru. Dessy berkeluh kesah tentang perilaku anaknya yang semakin tidak dapat dikendalikan belakangan ini.
“Arya suka marah-marah. Orangnya keras kepala. Apapun yang diinginkan mesti dipenuh. Kalau tidak, dia akan membanting barang-barang yang ada di sekitarnya. Tidak hanya barang mainan miliknya, tetapi juga merembet ke barang-barang lainnya. Kalau keinginannnya belum juga dipenuhi, bahkan dia akan terguling-guling di lantai sambil menangis. Di samping itu, anak kami orangnya pemalas, susah sekali dibangunkan pagi-pagi. Kami sangat khawatir akan masa depan Arya. Kalau terus-terusan begini, bahkan makin lama makin parah, akan menjadi apa anak saya di kemudian hari?” keluh Dessy.
Sebenarnya Dessy masih ingin menumpahkan lebih banyak lagi uneg-unegnya di hadapan Sang Guru, tetapi keburu dihentikan. Sang Guru berkata: “Tolong hentikan semua keluh kesah Nak Dessy! Kata-kata yang keluar banyak mengandung energi negatif. Hal itu tidak baik. Apalagi ucapan Nak Dessy juga didengar oleh Arya. Walaupun tadi Arya diam dan tidak bereaksi apa-apa, tetapi seluruh kata-kata yang didengarnya dari Nak Dessy akan terekam dalam dirinya dan semakin meyakinkan pada dirinya bahwa seperti itulah seorang Arya akan tumbuh dan berkembang nantinya. Apakah Nak Dessy sering menceritakan kondisi Arya seperti ini kepada orang lain?” Sang Guru balik bertanya kepada Dessy.
“Benar, Guru! Saya sering menceritakan hal ini kepada kedua orang tua saya, kedua mertua saya, kepada saudara-saudara saya, dan juga kepada teman-teman. Saya ingin berkeluh kesah dan mengeluarkan uneg-uneg saya. Saya ingin mendapatkan komentar dan tanggapan dari mereka,” jawab Dessy.
Sang Guru lalu melanjutkan. “Dalam ajaran Hindu ada yang disebut Tri Kaya Parisudha, yaitu tiga unsur perilaku yang baik, positif, dan suci. Yang pertama adalah Manacika Parisudha, yaitu kita diajarkan untuk berpikir yang baik, berpikir yang positif. Kedua adalah Wacika Parisudha, yaitu kata-kata yang kita keluarkan adalah kata-kata yang baik dan memancarkan energi positif. Dan yang terakhir adalah Kayika Parisudha. Dengan Kayika Parisudha kita diajarkan untuk bertindak dan berbuat yang baik.”
“Apa hubungannya Tri Kaya Parisudha dengan perilaku anak saya, Guru?” sergah Dessy.
“Terbentuknya perilaku Arya seperti keadaan yang diceritakan tadi tidak terlepas dari ajaran Tri Kaya Parisudha, khususnya Wacika Parisudha. Mengapa kita diajarkan untuk menata kata-kata yang keluar dari mulut kita agar senantiasa kata-kata yang baik dan memancarkan energi yang positif? Hal ini karena kata-kata yang kita keluarkan, tidak hanya berdampak kepada orang yang mendengarkan, tetapi berdampak pula terhadap diri kita sendiri. Dalam hal mendidik anak, kalau kita sering mengucapkan kata-kata yang tidak baik, misalnya hal-hal yang tidak baik tentang perilaku si anak, maka anak kita merekamnya dan menjadikannya sebagai sistem keyakinan dalam dirinya, sehingga perilakukan cenderung seperti apa yang sering kita ucapkan. Kalau kita sering mengatakan bahwa anak kita suka marah-marah, suka membanting barang-barang, keras kepala, atau malas, maka kata-kata tersebut akan meresap dan melekat dalam memorinya. Padahal, yang kita katakan adalah peristiwa atau sifat-sifat yang terjadi di masa lalu. Karena kita mengatakan secara berulang-ulang, maka hal ini akan diyakini sebagai sifat diri si anak. Semakin sering didengarnya, maka semakin yakin bahwa seperti itulah dirinya. Lama-kelamaan jadilah sifat-sifat itu menjadi karakter si anak.
Ketika kita menceritakan sifat-sifat tidak baik anak kepada orang lain, orang yang pertama kali mendapat dampak negatif adalah diri kita sendiri. Saat bercerita kepada orang lain, pikiran bawah sadar kita merekam cerita kita dan menjadikannya sistem keyakinan. Walaupun yang kita ceritakan adalah peristiwa atau sifat-sifat masa lalu dari anak kita, tetapi pikiran bawah sadar kita menerimanya sebagai keadaan yang sekarang dan menjadi keyakinan di masa yang akan datang. Mindset kita terhadap anak juga berubah. Kita meyakini bahwa seperti itulah sifat-sifat anak kita sekarang dan di masa depan. Mindset orang tua yang seperti itu akan memancar terus kepada anak dan anak pun akan terpengaruh menyesuaikan dengan mindset kita.
Oleh karena itu, mulai sekarang dan seterusnya, ubahlah kata-kata yang keluar dari mulut kita. Selektiflah dalam memilih kata-kata. Upayakan agar kata-kata yang keluar adalah kata-kata yang memancarkan energi positif. Amalkan ajaran Wacika Parisudha! Mulai sekarang dan seterusnya katakan hal-hal yang baik dan positif tentang Arya. Katakan bahwa Arya semakin pintar, tambah rajin, makin baik sifat-sifatnya, makin ramah, semakin sayang pada barang-barang miliknya, dan sejenisnya.  Katakan sifat-sifat baik ini secara berulang-ulang. Mulai dari pagi hari ketika bangun tidur, siang hari, dan malam hari menjelang tidur. Semakin sering semakin baik. Kata-kata yang Wacika Parisudha akan memancarkan energi positif kepada anak. Hal ini sangat bagus buat perkembangan anak. Apakah Nak Dessy dan suami mau mengamalkan ajaran Tri Kaya Parisudha, khususnya Wacika Parisudha ini?” selidik Sang Guru.
Secara spontan dan bersamaan Dessy dan suaminya menganggukan kepala seraya berkata, “Terima kasih Guru. Terima kasih atas nasihat bijak Guru yang sangat berguna bagi kami dalam mendidik anak. Mulai sekarang dan seterusnya kami berjanji untuk mengamalkan ajaran Tri Kaya Parisudha, terutama Wacika Parisudha dalam mendidik Arya. Kami akan mengatakan hal-hal yang baik, kata-kata yang berenergi positif dalam mendidik Arya. Arya adalah orang yang hebat, cerdas, rajin, semakin menyayangi barang-barang yang ada di rumah, semakin ramah, dan sifat-sifat positif lainnya. Mudah-mudahan Arya tumbuh kembang menjadi anak yang hebat di kemudian hari. Menjadi pemimpin di masyarakat yang mampu membawa umat Hindu semakin berperan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terima kasih.”
Om Santi Santi Santi Om.