Jumat, 23 Januari 2009

Tuhan Sudah Mengampuni, Mengapa Kita Belum Memaafkan?

Suatu ketika, Franky (bukan nama sebenarnya), meminjam motor Satwika (temannya) untuk dipakai mengantarkan kakaknya pergi ke pasar. Karena kakaknya berbelanja cukup banyak, waktu yang dibutuhkan pun menjadi lama. Untuk menghilangkan rasa bosan menunggu terlalu lama, Franky memutuskan untuk memarkir motornya dan ikut melihat-lihat beberapa barang di pasar. Setelah kira-kira satu jam berjalan-jalan, dia kemudian kembali ke tempat parkir motor.

Betapa kagetnya dia karena ternyata motor milik temannya itu sudah tidak ada lagi di tempat semula. Motor hilang. Pikiran Franky berkecamuk, campur aduk antara marah, kesel, sedih, kecewa, dan sejenisnya. Betapa marahnya dia kepada pencuri yang tega-teganya mengambil barang yang kebetulan juga adalah barang pinjaman dari temannya. Betapa kecewanya dia pada dirinya sendiri karena telah memutuskan untuk tidak menjaga sendiri motor itu. Betapa sedihnya dia karena memikirkan bagaimana caranya dia memberitahu kepada Satwika, temannya bahwa motornya hilang. Betapa marahnya nanti temennya begitu mendengar bahwa motornya hilang. Apakah dia harus mengganti motor yang baru sebulan dibeli temannya itu? Bagaimana caranya dia mendapatkan uang untuk membeli motor sementara saat ini dia masih pengangguran?

Dengan perasaan bercampur aduk tidak karuan, akhirnya dia memberanikan diri untuk memberitahukan secara terus terang, secara jujur kepada temannya bahwa motornya hilang sewaktu parkit di pasar. Dia juga minta maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian tersebut. Di luar yang diperkirakan sebelumnya, ternyata Satwika sama sekali tidak marah atas hilangnya motor itu. Bahkan, dia malahan menasihati Franky agar tidak memikirkan lagi kejadian tersebut. Peristiwa hilangnya motor sudah terjadi. Hal itu tidak bisa lagi diubah. Apakah dengan marah-marah, kesal, kecewa, dan bersedih, akan membuat motor itu kembali? Tidak juga. Satwika telah memaafkan perbuatan temannya itu dan sudah tidak mempermasalahkannya lagi, serta tidak meminta Franky mengganti motornya itu. Satwika sudah mengikhlaskannya, tetapi Franky merasa malu, merasa tidak enak, dan merasa bersalah karena telah menghilangkan motor itu. Dia berjanji, apabila suatu saat nanti dia mempunyai cukup uang, dia akan menggantinya.

Setelah kejadian itu, kehidupan Franky berubah. Hari-hari dilaluinya dengan kemurungan. Setiap hari dia berdoa dan memohon ampun kepada Tuhan. Dia masih benci kepada pencuri itu dan dalam setiap doanya memohon kepada Tuhan untuk memberikan ganjaran yang setimpal kepada pencuri itu.

Apakah Tuhan mau mengampuni perbuatan Franky? Apa yang harus dilakukannya agar Tuhan mau mengampuninya?

Dalam ajaran agama apapun, Tuhan adalah Maha Pemaaf, Maha Mengampuni. Jadi, atas kejadian tersebut di atas, Tuhan sudah pasti mengampuni kesalahan yang telah diperbuat Franky. Tuhan sudah memaafkan 100%. Demikian juga dengan Satwika. Satwika pun sudah memaafkan Franky. Permasalahannya adalah Franky sendiri belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Selama Franky belum bisa memaafkan dirinya sendiri, maka masalah tersebut akan membebani dia dalam hidupnya sehari-hari. Masalah tersebut akan menggelayuti perjalanan Franky untuk menggapai masa depan yang lebih baik.

Dalam pergaulan sehari-hari sering kita berbuat salah pada orang lain. Kemudian dengan segera kita meminta maaf dan orang itu pun segera memaafkan. Akan tetapi, diri kita sendiri belum bisa memaafkan kesalahan tersebut. Sepanjang kita belum bisa memaafkan, maka kejadian tersebut akan terus membebani pikiran kita. Kalau terjadi kesalahan lagi di kemudian hari dan kita juga belum bisa memaafkannya, maka beban ini akan menumpuk dan terus menumpuk. Terkadang hal ini akan menimbulkan penyakit pada tubuh kita. Sesungguhnya penyakit yang kita derita sering kali berasal dari kekotoran hati, dari permasalahan-permasalahan yang tertinggal, dari permasalahan-permasalahan yang belum beres, yang terus menumpuk dalam hati dan pikiran kita.

Demikian juga sebaliknya, orang lain yang berbuat kesalahan dan kemudian meminta maaf kepada kita. Sepanjang kita belum bisa memaafkan, maka kesalahan orang tersebut akan terus membayangi pikiran dan hati kita. Apalagi kalau kita masih membencinya. Membenci orang lain sama artinya dengan kita minum racun, tetapi mengharapkan orang lain yang mati pelan-pelan. Orang lain yang kita benci hidupnya tenang dan bahagia, sementara kita sendiri sengsara dibuatnya. Kita akan terbebani terus selama kita belum memaafkan orang itu. Sepanjang kita belum memaafkan, siapapun itu dan apapun itu, akan terus menempati ruang di hati kita secara gratis, tanpa sewa.

Kalau kita kaitkan pembahasan di atas dengan perayaan Hari Siwaratri yang akan kita rayakan, maka hal tersebut sangatlah relevan. Ajaran Hindu sudah menyediakan waktu khusus, yaitu pada Hari Siwaratri, yang jatuh pada sehari menjelang Tilem Kepitu setiap tahun. Biasanya jatuh sekitar bulan Januari, bulan pertama pada tahun kalender.

Mulai pagi hari pukul 06.00 pagi umat Hindu diajarkan untuk mengakui kesalahan-kesalahan yang telah terjadi, baik kesalahan yang dilakukan sendiri atas orang lain, maupun kesalahan orang lain terhadap diri kita sendiri. Mengapa kita harus mengakui? Dengan mengakuinya, maka rasa bersalah (dosa) itu bisa kita lepaskan. Sepanjang kita belum bisa mengakui bahwa sesuatu itu telah terjadi (termasuk kesalahan), maka sesuatu (kesalahan) itu akan sulit kita lepaskan. Rasa bersalah akan terus menggelayuti kita. Oleh karena itu, maka langkah pertama adalah mengakuinya bahwa perbuatan itu sudah terjadi. Kita tidak bisa mengubah segala sesuatu yang sudah terjadi. Kita tidak bisa mengubah masa lalu kita. Yang bisa kita ubah adalah cara kita memandang atas peristiwa tersebut. Yang bisa kita ubah adalah masa depan kita.

Pada cerita Lubdhaka yang sangat terkenal itu, diceritakan bahwa karena tersesat di hutan maka dia memutuskan untuk naik ke atas pohon untuk berlindung dari serangan binatang buas. Agar tidak jatuh sewaktu-waktu, maka dia selalu terjaga (jagra = tidak tidur) dan tetap sadar. Aktivitas yang dilakukan adalah memetik daun bila dan melepaskannya ke bawah. Sambil merenungi perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya selama ini, dia mengakui perbuatan-perbuatan (dosa-dosa) tersebut. Setelah mengakuinya, maka dia lepaskan satu per satu seperti dia melepaskan daun bila satu per satu ke bawah. Bukan hanya kesalahan dirinya sendiri, tetapi juga kesalahan orang lain terhadap dirinya juga dia lepaskan. Seluruh masa lalu yang membuatnya bersedih, kesal, marah, benci, dan sejenisnya dia lepaskan. Dia menjadi bebas dari bayang-bayang masa lalu. Dia telah melepaskan seluruh masa lalunya. Inilah yang disebut dengan Moksa.


Kembali ke cerita di awal. Atas kesalahan (dosa) Franky menghilangkan motor temennya, Tuhan sudah mengampuni 100%. Satwika (temannya) juga sudah memaafkan. Tinggal Franky sendiri yang belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Langkah pertama yang harus dijalani Franky adalah mengakui kesalahannya itu. Dia harus ikhlas menerima bahwa hal itu sudah terjadi. Setelah ikhlas menerima, maka dia harus melepaskannya, juga dengan perasaan ikhlas.

Salah satu cara efektif untuk bisa mengakui adalah dengan menuliskannya di atas kertas. Dengan menuliskannya, maka akan terjadi interaksi antara alam bawah sadar, seluruh anggota tubuh, dan alam semesta. Oleh karena itu, pada Hari Siwaratri, sebaiknya kita mempersiapkan alat tulis. Kita inventarisasi kesalahan-kesalahan (dosa-dosa) yang telah kita perbuat selama setahun terakhir. Kita juga inventarisasi kesalahan-kesalahan (dosa-dosa) orang lain terhadap kita. Kita tulis seluruh fakta atau kebenaran yang memang benar terjadi. Memang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan inventarisasi ini, bahkan sampai kita tidak tidur (jagra) selama 36 jam. Setelah terinventarisasi seluruhnya, maka lepaskanlah seluruhnya. Hal ini bisa dilakukan dengan membakarnya atau pun dengan merobeknya.

Mari kita ikhlaskan perbuatan-perbuatan yang sudah terjadi. Mari lepaskan masa lalu kita. Mari kita bebaskan diri kita dari belenggu masa lalu. Mari kita nikmati masa kini, saat ini, dengan penuh riang gembira, dengan rasa senang dan penuh bahagia. Mari songsong masa depan kita tanpa harus digelayuti masa lalu kita yang negatif. Mari kita sambut masa depan kita dengan opti,isme dan semangat tanpa terbebani hal-hal yang terjadi di masa lalu.

Selamat menjalankan Brata Siwaratri.

Om Shanti Shanti Shanti Shanti Om


I Nyoman Widia

Jumat, 16 Januari 2009

SIWARATRI : MALAM PENGAMPUNAN DOSA

Hari Sabtu, 24 Januari 2009 mendatang umat Hindu akan merayakan Hari Raya Siwaratri. Selama ini sebagian masyarakat memaknai sebagai malam peleburan dosa atau malam pengampunan dosa. Ada juga yang memaknainya sebagai malam perenungan dosa. Sebagian lagi umat memaknainya sebagai malam sambang semadhi.

Benarkah dosa itu bisa diampuni? Atau dilebur? Dihapus? Apa saja syarat-syaratnya agar dosa kita bisa diampuni? Apakah dengan merayakan Siwaratri dengan melaksanakan seluruh brata yang dipersyaratkan menjadikan dosa kita hapus?

Dalam Siwaratri terdapat tiga brata yang mesti dilakukan, yakni jagra (tidak tidur) selama 36 jam, upawasa (berpuasa makan & minum) selama 24 jam, dan mona brata (tidak bicara) selama 12 jam.